Senin, 10 September 2007

Industri software di Indonesia

Indonesia itu termasuk negara dengan jumlah institusi pendidikan tinggi teknologi informasi yang lumayan banyak, dan peminatnya setiap tahun pun bertambah. Seharusnya ini berpotensi untuk menjadikan Indonesia sebagai produsen dalam industri software, bukan hanya sebagai konsumen. Tapi memang kenyataannya, jumlah software lokal yang berhasil diterima oleh pasar lokal masih sangat sedikit.

Ada beberapa hambatan yang membuat ekosistem industri software di Indonesia sulit berkembang. Salah satunya adalah karena ketakutan akan maraknya pembajakan atas software, mengingat Indonesia masih termasuk dalam priority watch list karena tingginya tingkat pembajakan software di negeri kita tercinta ini, yang berdampak pada adanya potensi ancaman sanksi internasional bagi Indonesia sekaligus juga sebagai indikasi penegakkan hukum di Indonesia yang berkaitan dengan HaKI, khususnya hak cipta masih kurang.

Selain itu, kurangnya apresiasi terhadap software-software buatan lokal juga merupakan salah satu faktor yang menghambat. Ini bisa ditandai dengan penjualan software yang susah, dan kebanyakan masyarakat lebih memilih software buatan luar ketimbang buatan negeri sendiri. Ditambah lagi produk-produk software komersial dari beberapa negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia yang mulai beredar di pasar Indonesia.

Salah satu indikator yang menunjukkan kemampuan produksi software di suatu negara adalah jumlah perusahaan pembuat software atau istilahnya ISV (Independent Software Vendor) dan tentu saja jumlah profesional yang bekerja sebagai developer. Namun itu bukan menjadi barometer akan majunya industri software di suatu negara.

Buktinya, jumlah ISV di Indonesia saat ini ada sekitar 400-an dengan jumlah developer ada sekitar 56.500. India berada di urutan pertama dengan lebih dari 1 juta developer dan China di urutan kedua dengan jumlah 10 kali lebih banyak dari Indonesia.

Yang menarik adalah Malaysia dan Singapura mampu memproduksi software lebih banyak ketimbang Indonesia walaupun jumlah developernya jauh lebih sedikit. Ini menunjukkan bahwa kuantitas bukan merupakan faktor penentu produktivitas, kan?

Lalu apa yang bisa kita lakukan?

Pernah mendengar program pemberdayaan ISV yang didirikan oleh Microsoft Indonesia? Yup, Namanya bina ISV. Program semacam pelatihan yang ditujukan khusus untuk para developer dan calon developer ini diharapkan bisa mendorong lahirnya inovasi-inovasi baru di Indonesia khususnya pada produk software lokal, atau dengan kata lain program ini berfungsi sebagai jembatan antara pengembang perangkat lunak dan industri software itu sendiri, dengan syarat ISV atau developer tersebut membangun program berbasiskan Microsoft. Ya iyalah..

Apa untungnya? Banyak. Beberapa keuntungan yang didapat dengan mengikuti program Bina ISV ini adalah kita akan diberikan pengetahuan seputar membuat produk atau software yang baik dan berkualitas dan dapat membuka kesempatan kepada ISV untuk menjalin kerja sama dengan Microsoft Indonesia. Nggak cuma itu, karena yang lebih menggembirakan lagi setelah produknya selesai dibuat, Micrososft juga akan membantu ISV tersebut dari segi marketing-nya. Whoa..! Pasti ngebantu banget, kan? Siapa tau aja produk yang kita buat bisa selaris Windows?

Melalui ISV Accelerator Curriculum yang merupakan salah satu bagian dari fondasi awal program Bina ISV ini diberikan kepada peminatnya melalui workshop untuk memberikan pengetahuan tentang pembuatan software yang baik dari mulai programming skillnya, penulisan kode, desain aplikasi, serta membuat sebuah software yang aman hingga pada cara mengintegrasikan satu aplikasi dengan yang lainnya.

Bina ISV mulai dilaksanakan di LIPI Jakarta dan MTI-UGM Yogyakarta pada tahun 2006 lalu yang cukup banyak menarik minat para ISV atau developer di kedua daerah tersebut. Namun, ada yang lebih menarik lagi, yakni program training ini gratis, alias tidak dipungut biaya.

Mari kita majukan industri software di Indonesia.

Powered By Blogger